Demokrasi hanya sekedar sebuah kumpulan kemarahan publik, dimana 51 persen mayoritas rakyat, merampas hak-hak 49 persen masyarakat yang lainnya.

(Thomas Jefferson: Mantan Presiden Amerika ke III)

Menurut klaim Prof. Dr. Azyumardi Azra, Indonesia disebut-sebut sebagai thrid largest democracy in the world yakni salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, setelah Amerika dan India. (Dede Rosyada, 2003:ix).

Memang Indonesia merupakan negara terbesar, bukan hanya jumlah penduduk atau jumlah koruptornya yang banyak, tapi hutang pemerintah Indonesia pun memang terbesar sepanjang sejarah, yakni mencapai Rp. 972.253 trilyun untuk utang obligasi dan Rp. 772,92 trilyun untuk utang luar negeri. (Data Departemen Keuangan RI; dalam Media Umat, 2009:15).

Pengamat dan politikus muslim: HM. Ismail Yusanto dari SEM Institute menyatakan bahwa, Neoliberalisme pasca pemilu Pilpress 2009 justru semakin menguat. (Al-Wa’ie, ed. Oktober, 2009:19). Padahal Demokrasi model liberal seperti inilah yang menjadi masalah akut bagi bangsa ini.

Dari paham yang membolehkan kebebasan kepemilikan dalam demokrasi tersebut, sebenarnya semua bermula. Sebagaimana buku John Perkins yang berjudul Confession of an Economic Hit Man (2005). Buku tersebut menelanjangi rahasia pemerintah AS yang berani membayar tinggi orang-orang seperti Perkins untuk membuat negara-negara kaya sumber daya alam (SDA) untuk mendapat utang luar negeri sebayak-banyaknya sampai negara itu tidak mungkin lagi dapat membayar utangnya, kecuali dengan menguras seluruh SDA yang dimilikinya.

Maka undang-undang yang telah di sahkan oleh mekanisme demokrasi, terutama UU Migas telah melegalkan perusahaan multinasional asing untuk terus mengeruk kekayaan alam Indonesia dengan keuntungan besar bagi mereka dan keuntungan 0 % (nol persen) bagi Indonesia (karena adanya biaya recovery cost atau ganti rugi teknologi, ditanggung oleh Indonesia). Seperti: PT. Freeport (1967-sekarang), PT. Inco (1974-sekarang), PT. Newmont Minahasa Raya (1996-sekarang), PT. Newmont Nusa Tenggara (1999-sekarang), PT. Indo Muro Kencana (1987-sekarang), PT. Kelian Equatorial Mining, PT. Unnocal (1988-sekarang), PT. Kideco Jaya Agung (1992-sekarang), belum lagi seperti Exxon Mobile, Shell, Gonoco Philips, Petronas, Caltex/Chevron dan lain-lain. (Menuju Krisis Sumber Daya Alam, http://www.jatam.org)

Sebagaimana dinyatakan oleh Dr. Kwik Kian Gie (doktor Ekonomi lulusan Roterdam – Belanda), menyebutkan bahwa sejak bulan November tahum 1967 Indonesia sudah menyerahkan dirinya untuk diatur dan dijadikan target penghisapan oleh korporasi internasional. Yang oleh para pemimpin kita di biarkan dan di jamin oleh undang-undang. (Koraninternet.com, 25/5/2008). Contohnya, pada tanggal 19 September 2008 lalu, parlemen telah memberikan lampu hijau untuk proses privatisasi tiga BUMN, yakni: PT. Krakatau Steel, PT. Garuda Indonesia, dan PT. Bank Tabungan Negara. Selain itu –entah prediksi ini benar atau tidak– menurut situs terpercaya http://www.mediaumat.com, sebenarnya ada sekitar 35 BUMN lagi menunggu jadwal privatisasi (penjualan perusahaan negara ke Swasta termasuk Asing).

Melihat fakta seperti ini, sangat jelas Demokrasi Neo Liberal yang di praktikan di negeri ini: bukan solusi bagi Bangsa Indonesia bahkan kaum muslimin. Justru Demokrasi Neo Liberal seperti ini akan terus merusak bahkan Demokrasi akan terus melahirkan teroris-teroris baru yang akan menteror rakyatnya sendiri, dengan berbagai krisis multidimensi yang tiada berakhir.

Dalam kontemplasi politik yang dilakukan oleh KH. Hafidz Abdurrahman MA, dalam bukunya Diskursus Islam Politik dan Spiritual, beliau menyatakan: yang menjadi sebab terjadinya krisis di dunia Islam yang sesungguhnya, karena umat Islam tidak melaksanakan syariat Islam secara total…rata-rata semuanya dikendalikan oleh adidaya: Amerika, Inggris dan sebagainya… (Hafidz Abdurrahman, 2003:275).

Jadi, adalah suatu keniscayaan mengganti sistem Demokrasi Neo Liberal – Kaptalisme ini, dengan sistem yang akan menjamin kesejahteraan dan keadilan di segala aspek kehidupan yakni Syariah dan Khilafah Islamiyah, sebagai mana yang telah diikrarkan oleh 5000 lebih para mahasiswa perwakilan dari seluruh Indonesia, dalam Sumpah Kongres Mahasiswa Islam Indonesia (KMII) 11 Oktober 2009. Karena itu wahai umat Islam, berikanlah mandat secepatnya kepada Syariah dan Khilafah untuk segera berkuasa di muka bumi ini, karena jika bukan Syariah dan Khilafah, maka yang ada hanyalah kehancuran.