A. Definisi Bahasa Arab

Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.[1] Ibnu Manzhur dalam Lisan al-Arab, mendefinisikan bahasa dengan: aswat yu’abbir biha kull qaum ‘an aghradhihim (berbagai bunyi yang digunakan masyarakat untuk mengungkapkan berbagai maksud atau tujuan mereka).[2]

Menurut pakar ilmu Ushul, lughah (bahasa) adalah setiap lafadz (kata) yang dibuat untuk menunjukkan makna tertentu, cara mengetahui lughah adalah melalui periwayatan.[3] Senada dengan definisi tersebut, al-Ghalayaini mendefinisikan bahasa dengan: alfazh yu’abbir kull qaum ‘an maqasidihim (berbagai kata yang digunakan masyarakat untuk mengungkapkan berbagai maksud mereka).[4] Dari konteks ini, bahasa Arab didefinisikan dengan:

 

الكَلِمَاتُ الَّتِي يُعَبِّرُ بِهَا الْعَرَبُ عَنْ أَغْرَاضِهِمْ وَقَدْ وُصِلَتْ إِلَيْنَا مِنْ طَرِيْقِ النَّقْلِ وَحَفِظَهَا لَنَا الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ وَ اْلأَحَادِيْثُ الشَّرِيْفَةُ وَمَا رَوَاهُ الثِّقَاتُ مِنْ مَنْثُورِ الْعَرَبِ وَمَنْظُومِهِمْ

Berbagai kata yang digunakan orang-orang Arab untuk mengungkapkan berbagai maksud atau tujuan mereka, disampaikan pada kita dengan jalan menukil/ transfer/ riwayat, dihimpun dan dijaga kepada kita oleh al-Quran al-Karim dan hadits-hadits mulia, dan berbagai riwayat terpercaya berupa prosa-prosa dan syair-syair Arab.[5]

 B. Sejarah Perkembangan Bahasa Arab

Sebagian ahli bahasa membagi bahasa dari aspek kemunculannya menjadi: Bahasa Samiyah (Semit); mencakup bahasa Arab, Ibrani, Sumeria, Kaldea, Habsyi (Ethiopia), Assyria, Babilonia, Punisia, Hamiri, dan Nabthea. Bahasa Ariya; mencakup bahasa Hindu kuno –Sansekerta– (termasuk turunannya adalah: bahasa Persia Kuno, bahasa Latin dan Jerman) dan derivatnya yang merupakan bahasa modern, yaitu bahasa Inggris, Jerman, Prancis, Italia, dan Spanyol. Dan Bahasa Thurani (Mesir kuno); Turki, Hongaria, Tartar, dan Mongolia. [6]

Ahli bahasa lainnya membagi bahasa dari aspek susunannya menjadi:  1) Bahasa ahadi, tersusun dari satu suku kata (maqtha), seperti bahasa Cina. Setiap makna dan kata mempunyai satu suku kata yang tidak berubah-ubah; 2) Bahasa mazji, lafadz-lafadz dalam bahasa ini tersusun dari dua kata. Yang pertama menunjukkan kepada makna pokok. Yang kedua menunjukkan kepada makna yang menerangkan makna pokok, seperti pelaku, zaman (waktu), atau tempat. Contohnya bahasa Turki dan bahasa Jepang; 3) Bahasa mutasharifah, yaitu bahasa yang kata dasarnya bisa berubah-ubah menjadi bentuk kata yang bermacam-macam. Setiap bentuk kata itu menunjukkan terhadap suatu makna yang tidak ditunjukkan oleh kata yang lainnya (berbeda-beda). Seperti bahasa Arab, Ibrani, dan Sumeria. Namun demikian, bahasa Arab memiliki keistimewaan karena keberadaannya sebagai bahasa yang memiliki isytiqâq dan i’rab secara bersamaan. [7]

Selanjutnya bahasa Arab mengalami perkembangan yang terdiri dari beberapa priode, antara lain: [8]

Priode Jahiliyah, munculnya standarisari nilai-nilai pembentukan bahasa Arab fusha, dengan adanya beberapa kegiatan yang telah menjadi tradisi masyarakat Makah, berupa festival syair-syair Arab di pasar Ukaz, Majanah, Zul Majah, sehingga mendorong tersiar dan meluasnya bahasa Arab, yang pada akhirnya kegiatan tersebut dapat membentuk stsndarisasi bahasa Arab fusha dan kesusasteraannya.

Periode Permulaan Islam, turunnya al-Quran dengan membawa kosa-kata baru dengan jumlah luar biasa banyaknya menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa yang sempurma baik dalam kosa-kata, makna, gramatikal dan ilmu lainnya. Hingga perluasan wilayah-wilayah kekuasaan Islam sampai berdirinya Daulah Umayah. Setelah berkembang kekuasaan Islam, orang-orang Islam Arab pindah ke negeri baru, sampai masa Khulafa ar-Rasyidin.

Priode Bani Umayah, terjadinya percampuran orang-orang Arab dengan penduduk asli akibat logis dari perluasan wilayah Islam. Adanya upaya-upaya orang Arab untuk menyebarkan bahasa Arab ke wilayah melalui akspansi yang beradab. Melakukan Arabisasi dalam berbagai kehidupan, sehingga penduduk asli mempelajari bahasa Arab sebagai bahasa agama dan pergaulan.

Priode Bani Abasiyah, pemerintahan Abasiyah berprinsip bahwa kejayaan pemerintahannya sangat tergantung kepada kemajuan agama Islam dan bahasa Arab, kemajuan agama Islam dipertahankan dengan melakukan pembedahan Al-Quran terhadap cabang-cabang disiplin ilmu pengetahuan baik ilmu agama ataupun ilmu pengetahuan lainnya. Bahasa Arab Badwi yang bersifat alamiah ini tetap dipertahankan dan dipandang sebagai bahasa yang bermutu tinggi dan murni, yang harus dikuasai oleh para keturunan Bani Abbas. Pada abad ke-4 H bahasa Arab fusha menjadi bahasa tulisan untuk keperluan administrasi, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan bahas Arab mulai dipelajari melalui buku-buku, sehingga bahasa fusha berkembang dan meluas.

Priode Sesudah Abad ke-5 H, bahasa Arab tidak lagi menjadi bahasa politik dan adminisrasi pemerintahan, tetapi hanya menjadi bahasa agama. Hal ini terjadi setelah dunia Arab terpecah dan diperintah oleh penguasa politik non Arab (Bani Saljuk), yang mendeklarasikan bahasa Persia sebagai bahasa resmi negara Islam dibagian timur, sementara Turki Usmani (Khilafah Ustmani) yang menguasai dunia Arab yang lainnya, malah mendeklarasikan bahwa bahasa Turki sebagai bahasa administrasi pemerintahan. Sejak saat itu sampai abad ke7 H bahasa Arab semakin terdesak.

Priode bahasa Arab di zaman baru, kebangkitan bahasa Arab yang dilandasi dengan upaya pengembangan oleh kaum intelektual Mesir. Dengan ciri-ciri: 1) Bahasa Arab sebagai bahasa pengantar disekolah dan ketika perkuliahan; 2). Munculnya gerakan menghidupkan warisan budaya lama dan menghidupkan penggunaan kosakata asli dari bahasa fusha; 3) Adanya gerakan yang mendorang penerbitan dan percetakan dinegara-negara Arab, juga mencetak kembali buku-buku sastra Arab dari segala zaman dalam jumlah massif, begitupun penerbitan buku-buku dan berbagai kamus bahasa Arab.

Tidak hanya sampai disitu, para intelektual juga melakukan counter terhadap pendapat yang menyerang bahasa Arab, hal tersebut terindikasi dengan: 1) Adanya usaha-usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Arab seperti pendirian Majma’ al-Lughah al-Arabiyyah pada tahun 1934 M di Mesir, lembaga tersebut bertujuan memelihara keutuhan dan kemurnian bahasa fusha dan melakukan usaha-usaha pengembangan, agar menjadi bahasa yang dinamis, maju dan mampu memenuhi tuntutan kemajuan dunia ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya; 2) Mendirikan lembaga pendidikan, khususnya pengajaran bahasa Arab seperti Al-Azhar jurusan bahasa Arab. Perhatian bangsa Arab tidak hanya terjadi di Mesir tetapi terjadi pula di negara Arab lainnya.

 C. Karakteristik Universal Bahasa Arab

Bahasa Arab memiliki karakteristik yang unik dan universal. Dikatakan unik karena bahasa Arab memiliki ciri khas yang membedakannya dengan bahasa lainnya, sedangkan universal berarti adanya kesamaan nilai antara bahasa Arab dengan bahasa lainnya. Karakteristik universalitas bahasa Arab antara lain dapat diuraikan sebagai berikut:[9]

  1. Bahasa Arab memiliki ragam bahasa, yang meliputi, 1) ragam sosial atau sosiolek yaitu ragam bahasa yang menunjukan stratifikasi sosial ekonomi penuturnya; 2) ragam geografis, ragam bahasa yang menunjukan letak geografis penutur antara satu daerah dengan daerah lain, sehingga melahirkan dialek yang beragam; 3) ragam idiolek yaitu ragam bahasa yang menunjukan integritas kepribadian setiap individu masyarakat (لهجة فردية).
  2. Bahasa Arab dapat diekspresikan secara lisan atau pun tulisan.
  3. Bahasa Arab memiliki system, aturan dan perangkat yang tertentu, yang antara lain:
    1. Sistemik, bahasa yang memiliki system standard yang terdiri dari sejumlah sub-sub system (sub system tata bunyi, tata kata, kalimat, syntax, gramatikal, wacana dan sebagainya).
    2. Sistematis, artinya bahasa Arab juga memiliki aturan-aturan khusus, dimana masing-masing komponen sub system bahasa bekerja secara sinergis dan sesuai dengan fungsinya.
    3. Komplit, maksudnya bahasa itu memiliki semua perangkat yang dibutuhkan oleh masyarakat pemakai bahasa itu ketika digunakan untuk sebagai alat komunikasi dalam berinteraksi dan bersosialisasi antar mereka.
  4. Bahasa Arab memiliki sifat yang arbitrer dan simbolis. Arbitrer berarti mana suka, artinya tidak adanya hubungan rasional antara lambang verbal dengan acuannya. Dengan sifat simbolis yang dimiliki bahasa, manusia dapat mengabstraksikan berbagai pengalaman dan buah pikirannya tentang berbagai hal.
  5. Bahasa Arab berpotensi untuk berkembang, produktif dan kreatif. Karena perkembangan bahasa selalu mengikuti perkembangan peradaban manusia, sehingga muncul kata dan istilah-istilah bahasa baru yang digunakan untuk mengkomunikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang.
  6. Bahasa Arab merupakan fenomena individu dan fenomena sosial. Sebagai fenomena individu, bahasa merupakan ciri khas kemanuisaan. Ia bersifat insani karena hanya manusia yang mempunyai kemampuan berbahasa verbal. Adapun sebagai fenomena sosial, bahasa merupakan konvensi suatu masyarakat pemilik atau pemakai bahasa itu. Seseorang menggunakan bahasa sesuai norma-norma yang disepakati atau ditetapkan untuk bahasa tersebut. Kesepakatan yang dimaksudkan pada dasarnya merupakan kebiasaan yang berlangsung turun temurun dari nenek moyang, yang sifatnya mengikat dan harus diikuti oleh semua pengguna bahasa.

D. Karakteristik Unik Bahasa Arab

Adapun beberapa ciri-ciri khusus bahasa Arab yang dianggap unik dan tidak dimiliki bahasa-bahasa lain di dunia, terutama bahasa Indonesia, adalah sebagai berikut:[10]

 1. Aspek bunyi

Bahasa pada hakekatnya adanya bunyi, yaitu berupa gelombang udara yang keluar dari paru-paru melalui pipa suara dan melintasi organ-organ speech atau alat bunyi. Bahasa Arab, sebagai salah satu rumpun bahasa Semit, memiliki ciri-ciri khusus dalam aspek bunyi yang tidak dimiliki bahasa lain, terutama bila dibandingkan dengan bahasa Indonesia atau bahasa-bhasa daerah yang banyak digunakan di seluruh pelosok tanah air Indonesia. Ciri-ciri khusus itu adalah:

  1. Vokal panjang dianggap sebagai fonem [11] (أُو ، ِي ، أَ )
  2. Bunyi tenggorokan (أصوات الحلق), yaitu ح dan ع
  3. Bunyi tebal ( أصوات مطبقة), yaitu ض , ص , ط dan ظ .
  4. Tekanan bunyi dalam kata atau stress (النبر )
  5. Bunyi bilabial dental (شفوى أسنـانى ), yaitu ف

 2. Aspek Kosakata

Ciri khas kedua yang dimiliki bahasa Arab adalah pola pembentukan kata yang sangat fleksibel, baik melalui derivasi (تصريف استـقاقى ) maupun dengan cara infleksi (تصريف إعرابـى ). Dengan melalui dua cara pembentukan kata ini, bahasa Arab menjadi sangat kaya sekali dengan kosakata. Misalnya dari akar kata علم , bila dikembangkan dengan cara اشتقاقى , maka akan menjadi :

  • عَلِم  – يَعلَم  dan seterusnya (تصريف اصطلاحى ) = 10 kata
  • يعلِّم – عَلّم  dan seterusnya = 10 kata
  • أعلم – يعلم  dan seterusnya = 10 kata
  • تعلم  –  يتعلم dan seterusnya = 10 kata
  • تعالم  – يتعالم  dan seterusnya = 10 kata
  • يستعلم– استعلم  dan seterusnya = 10 kata

Dari masing-masing kata ini dapat lagi kembangkan dengan cara تصريف إعرابـى sehingga akan lebih memperkaya bahasa Arab. Dari kata علم  saja akan menjadi ratusan kata. Bahkan menurut suatu penelitian, unsur bunyi yang ada pada suatu kata, meskipun urutan letaknya dalam kata tersebut berbeda akan mengandung arti dasar yang sama.[12]

 3. Aspek Kalimat

1. I’râb

Bahasa Arab adalah bahasa yang memiliki sistem i’râb terlengkap yang mungkin tidak dimiliki oleh bahasa lain. I’râb adalah perubahan bunyi akhir kata, baik berupa harakat atau pun berupa huruf sesuai dengan jabatan atau kedudukan kata dalam suatu kalimat. I’râb berfungsi untuk membedakan antara jabatan suatu kata dengan kata yang lain yang sekaligus dapat merubah pengertian kalimat tersebut.

Contoh:

  • ما أحسنَ خالداً  artinya alangkah baiknya si Khalid
  • ما أحسنُ خالدٍ  artinya apa yang baik pada si Khalid ?
  • ما أحسنَ خالدٌ  artinya apa yang diperbuat baik oleh si Khalid ?

2. Jumlah Fi’liyyah dan Jumlah Ismiyyah

Komponen kalimat dalam bahasa apapun pada dasarnya sama, yaitu subyek, predikat dan obyek. Namun, yang berbeda antara satu bahasa dengan bahasa lainnya adalah struktur atau susunan (تركيب) kalimat itu. Pola kalimat sederhana dalam bahasa Arab adalah :

  • اسم + اسم
  • فعل + اسم

Sementara dalam bahasa Indonesia pola kalimatnya adalah :

  • KB + KB
  • KB + KK

Pola فعل + اسم  dalam bahasa Arab sudah dianggap dua kalimat. Dari perbandingan itu, tampak bahwa pola فعل +  اسم hanya dimiliki bahasa Arab. Meskipun kadang ada ungkapan bahasa dalam percakapan sehari-hari pola yang sama dengan ini ditemui dalam bahasa Indonesia seperti turun hujan, tetapi ungkapan itu biasanya didahului oleh keterangan waktu umpamanya tadi malam turun hujan.

3. Muthâbaqah (Kesesuaian)

Ciri yang sangat menonjol dalam susunan kalimat bahasa Arab adalah diharuskannya muthâbaqah atau persesuaian antara beberapa bentuk kalimat. Misalnya harus ada Muthâbaqah antara mubtada’ dan khabar dalam hal ‘adad (mufrad, mutsannâ dan jama’) dan dalam jenis (mudzakkar dan muannats), harus ada Muthâbaqah antara maushûf dan shifat dalam hal ‘adad, jenis, i’râb (rafa’, nashb, jar), dan nakirah serta ma’rifah-nya. Begitu juga harus ada Muthâbaqah antara hâl dan shâhib al-hâl dalam ‘adad dan jenisnya.

4. Aspek Huruf

Ciri yang Nampak dominan pada huruf-huruf bahasa Arab adalah :

  1. Bahasa Arab memiliki ragam huruf dalam penempatan susunan kata, yaitu ada huruf yang terpisah, ada bentuk huruf di awal kata, di tengah dan di akhir kata.
  2. Setiap satu huruf hanya melambangkan satu bunyi.
  3. Cara penulisan berbeda dengan penulisan huruf Latin, yakni dari arah kanan ke kiri.

Disamping itu, ada beberapa huruf yang tidak dibunyikan seperti pada kata-kata : أولئك – الزكوة – أنا – لا، أنا طالب  dan sebaliknya, ada beberapa bunyi yang tidak dilambangkan dalam bentuk huruf seperti هذا – ذلك – أنتَ ؟ .

 E. Urgensi Bahasa Arab dan Berbagai Ilmunya

Selain secara internal bahasa, bahasa Arab memiliki karakteristik yang unik, disisi lain terdapat nilai lebih dan signifikasi bahasa Arab dalam konteks normatif Agama Islam, hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

Pertama, Allah SWT mengutus Nabi Muhammad saw. untuk seluruh manusia[13] dan al-Quran merupakan seruan bagi seluruh manusia.[14] Allah SWT menurunkan al-Quran dengan bahasa Arab dan menjadikannya berbahasa Arab. Allah SWT berfirman: Sesungguhnya Kami menurunkan al-Quran sebagai bacaan dengan berbahasa Arab agar kalian memahaminya.[15] Juga firman-Nya: …dengan bahasa Arab yang jelas.[16] Dengan demikian, bahasa Arab merupakan satu-satunya bahasa Islam karena bahasa Arab adalah satu-satunya bahasa al-Quran. Karena itu, jika bukan bahasa Arab maka tidak disebut dengan al-Quran.[17]

Kedua, membaca nash al-Quran merupakan ibadah, bahkan shalat tidak sah tanpa membaca al-Qur’an. Allah SWT berfirman: Karena itu, bacalah apa yang mudah bagi kalian dari al-Quran itu.[18] Nabi saw. juga bersabda: Tidak ada shalat bagi orang yang (di setiap rakaat) tidak membaca surat al-Fatihah.[19] Perintah “membaca al-Quran” artinya adalah membaca kalimat-kalimat dan hal ini tidak bisa diartikan dengan membaca terjemahannya atau tafsirnya. Ini merupakan dalil yang tegas tentang ketidakbolehan membaca surat al-Fatihah di dalam shalat dengan selain bahasa Arab, sekalipun ia belum bisa –mengucapkan dengan baik ungkapan– bahasa Arab. Dengan demikian, bahasa Arab merupakan perkara esensial dalam Islam. Bahkan keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari Islam.[20]

Ketiga, Rasulullah saw. setelah hijrah dan setelah kekuatan Islam berdiri di Madinah, mengirim surat kepada Kaisar (penguasa Romawi), Kisra (penguasa Persia), Muqaiqis (penguasa Qibthi, Mesir), para raja dan para pemimpin kabilah, yang berisi seruan kepada mereka agar masuk Islam. Surat beliau itu ditulis dengan bahasa Arab. Padahal bisa saja surat itu diterjemahkan ke dalam bahasa mereka, yakni ke dalam bahasa selain bahasa Arab. Jadi, ketika Rasulullah saw. tidak menulis suratnya kepada Kaisar, Kisra dan Muqaiqis dengan menggunakan bahasa mereka, padahal mereka bukan bangsa Arab, dan tujuan beliau menulis surat kepada mereka adalah dalam rangka untuk menyampaikan Islam, maka ini menjadi dalil bahwa bahasa Arab adalah satu-satunya bahasa yang digunakan oleh negara ketika itu dalam menjalankan setiap aktivitas resminya,[21] ini menunjukan pentingnya bahasa Arab dalam kehidupan formal kenegaraan, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw. Karenanya dalam suatu kesempatan, Rasulullah saw. pernah bersabda: “Cintailah bahasa Arab karena tiga hal: ‘karena aku (berbahasa Arab), al-Qur’an, dan bahasa penduduk surga adalah Arab.[22]

Dalam riwayat lain, Ibnu Sa’ad meriwayatkan: Pada perang Badar Rasul saw. pernah menahan 70 orang tahanan, mereka yang ditawan tebusannya adalah sesuai dengan kemampuan harta mereka. Penduduk Makkah mampu tulis menulis bahasa Arab, sedangkan penduduk Madinah tidak pandai tulis menulis bahasa Arab, maka bagi tawanan yang tidak punya harta –untuk menebus diri mereka– mesti mengajari sepuluh orang pemuda Madinah, jika sepuluh pemuda Madinah telah mahir, orang tersebut bebas, itulah tebusan bagi tawanan yang tidak punya harta.[23] Inilah bukti lain betapa penting bahasa Arab, sehingga Rasulullah saw. mensejajarkannya dengan harta tebusan perang.

Keempat, para ulama umat Islam telah bersepakat wajibnya mempelajari, menjaga dan menggunakan bahasa Arab dalam kehidupan sosial. Umar Ibn al-Khattab ra. pernah berkata: Belajarlah bahasa Arab karena bahasa Arab itu memperkuat akal (kecerdasan) dan menambah keberanian.[24] Ibn Taimiyah menyatakan: Bahasa Arab itu adalah bagian agama, memahaminya merupakan kewajiban, Ingat, karena memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah kewajiban. Padahal keduanya hanya bisa dipahami jika bahasa Arab dikuasai. Jadi segala sesuatu yang menghantarkan terlaksananya sebuah kewajiban, ia merupakan kewajiban.[25] Imam asy-Syafi’i pernah berkata: Allah SWT mewajibkan kepada semua bangsa belajar bahasa Arab sebagai konsekuensi mereka yang diseru dengan al-Quran dan beribadah dengannya.[26] Bahkan menurut laporan Syamsuddin Az-Dzahabi dari Harmalah, Imam asy-Syafi’i juga menyatakan: Tidaklah manusia menjadi bodoh (ajaran Agama) dan banyak berselisih, melainkan karena mereka meninggalkan bahasa Arab dan lebih condong kepada (teori) Aristoteles.[27] Meski ungkapan Imam asy-Syafi’i ini masih diperdebatkan, namun para ulama pada faktanya telah berkonsensus dalam hal yang sama yakni pentingnya bahasa Arab bagi kaum muslimin.

Dari beberapa hal yang telah disebutkan diatas, nampak jelas urgensitas sekaligus peran bahasa Arab yang meliputi, peran sebagai bahasa Agama, Ilmu Pengetahuan dan Hubungan Internasional.[28]

Selanjutnya, dalam perkembangannya bahasa Arab telah melahirkan berbagai ilmu-ilmu yang sangat penting untuk dipahami, sebagai berikut: [29]

Ilmu al-Lughah (linguistics – lexicology), ilmu pengetahuan yang menguraikan kata-kata (lafazh) Arab besamaan dengan maknanya. Dengan pengetahuan ini, orang akan dapat mengetahui asal kata dan seluk beluk kata. Tujuan ilmu ini untuk memberikan pedoman dalam percakapan, pidato, surat-menyurat, sehingga seseorang dapat berkata-kata dengan baik dan menulis dengan baik pula.

Ilmu Nahwu (grammar – syntax), ilmu yang membahas prihal kata-kata Arab, baik ketika sendiri (satu kata) maupun ketika terangkai dalam kalimat. Dengan kaidah-kaidah ini orang dapat mengatahui i’rab baris akhir kata (kasus), kata-kata yang tetap barisnya (mabni), kata yang dapat berubah (mu’rab). Tujuanya adalah untuk menjaga kesalahan-kesalahan dalam mempergunakan bahasa, untuk menghindarkan kesalahan makna dalam rangka memahami AI-Quran dan Hadist, dan tulisan-tulisan ilmiah atau karangan.

Ilmu Sharf (morphology), ilmu yang menguraikan tentang bentuk asal kata, maka dengan ilmu ini dapat dikenal kata dasar dan kata bentukan, dikenal pula afiks, sufiks dan infiks, kata kerja yang sesuai dengan masa. Ilmu ini secara praktis biasa disebut Ilmu Tashrif (inflection), pencetus ilmu ini adalah Muaz bin Muslim.

Ilmu Isytiqaq (etymology), ilmu tentang asal kata dan pemecahannya, tentang imbuhan pada kata (hampir sama dengan ilmu Sharf).

Ilmu al-‘Arudh (metrics, prosody, poetics), membahas hal-hal yang bersangkutan dengan karya sastra syair dan puisi. llmu Arudh memberitahukan tentang wazan-wazan (timbangan) syair, dan tujuanya untuk membedakan syair dan bukan syair. Dalam ilmu ini dikenal: bahar thawil, bahar madid, bahar basith, bahar wafir, bahar kamil, bahar hajaz, bahar razaz, bahar sari’, bahar munsarih, bahar khafif, bahar mudhari, bahar muqtadhob, bahar mujtats, bahar mutaqArab, bahar Ramal dan bahar mutadarak.

Ilmu Qawafi (rhyme), membahas suku kata terakhir dari bait-bait syair sehingga diketahui keindahan syair. pencetus ilmu ini Muhallil bin Rabi’ah paman Imri’ul Qais.

llmu Qardhus Syi’ri (versification), ilmu tentang karangan yang berirama (lirik), dengan tekanan suara yang tertentu. Gunanya untuk membantu menghafalkan syair dan mempertajam ingatan pembaca syair.

Ilmu Khat (calligraphy), yaitu pengetahuan tentang huruf dan cara merangkaikannya, termasuk bentuk halus kasarnya juga seni menulis dengan indah, dimana bentuknya dapat dibedakan mulai dari khat tsulus, diwan, parsi dan khat nasakh. Penemu pertama ilmu khat adalah nabi Idris as. karena beliaulah yang pertama kali menulis dengan kalam.

Ilmu Insyak (writing, composition, art of writing) yaitu ilmu tentang karang mengarang surat, buku, pidato, cerita artikel, features dan sebagainya. Gunanya untuk menjaga jangan sampai salah dalam dunia karang-mengarang.

Ilmu Mukhadarat (lecture), ilmu tentang cara-cara memperdalam suatu persoalan, untuk diperdebatkan didepan majlis, untuk menambah keterampilan berargumentasi, mahir bertutur dan terampil mengungkapkan cerita.

Ilmu Balaghah, meliputi: 1) Ilmu Badi’ (rethoric), ilmu tentang seni sastra, penemu ilmu ini adalah Abdullah bin Mu’taz (w. 274 H). llmu ini ditujukan untuk menguasai seluk beluk sastra sehingga memudahkan seseorang dalam meletakkan kata sesuai tempatnya sehingga kata-kata tadi menjadi indah, sedap didengar dan mudah diucapkan. 2) Ilmu Bayan, ilmu yang menetapkan beberapa peraturan dan kaedah untuk mengetahui makna yang terkandung dalam kalimat, penemunya adalah Abu Ubaidah yang menyusun pengetahuan ini dalam “Majazu al-Quran“, lalu berkembang pada masa imam Abu al-Qahir al-Jurjani, setelah itu disempurnakan oleh pujangga-pujangga Arab lainnya, seperti AI-Jahizh, lbnu Mu’taz, Qudamah bin Ja’far dan Abu Hilal al-Askari. Dengan ilmu ini akan diketahui rahasia bahasa Arab dalam prosa dan puisi, keindahan sastra al-Quran dan Hadist. Tanpa mengetahui ilmu ini seseorang tidak akan dapat menilai apalagi memahami isi al-Quran dan Sabda nabi dengan sesungguhnya. 3) Ilmu Ma’ani, ilmu yang mempelajari susunan bahasa dari aspek penunjukan makna, atau ilmu yang mengajarkan cara menyusun kalimat agar sesuai dengan muqtadha al-hal. tujuannya untuk mengetahui I’jaz al-Quran, keindahan sastra al-Quran yang tiada taranya. Penggagas ilmu ini adalah Abu al-Qahir al-Jurjani (w. 471 H).[30]

Inilah gambaran bahasa Arab, dari pemaparan urgensi dan ilmu-ilmunya dapat dipahami bahwa bahasa Arab merupakan bahasa istimewa dan bahasa yang terbaik, maka wajar jika Allah SWT. berfirman dalam surah Yusuf ayat 2: “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” Menurut Ibnu Katsir, bahasa Arab –sebagaimana konteks ayat tersebut– merupakan bahasa yang paling fasih, jelas, luas dan banyak penyampaian makna-nya yang membekas kedalam jiwa, oleh karena itu, diturunkanlah kitab yang paling mulia yakni Al-Qur’an menggunakan bahasa yang mulia yakni bahasa Arab.[31]

Wallahu a’lam.


[2] Ibn Manzhur, Lisan al-Arab (huruf al-wau – al- ya,entri Lagha),  Dar ash-Shadir – Beirut, t.t. juz. 15, hlm. 250

[3] Atha Ibn Khalil, Taisir Wushul Ila al-Wushul – Dirasat Fi Ushul al-Fiqh, cet. III,Dar Ummah –Beirut. 2000 hlm. 115

[4] Musthafa al-Ghalayaini, Jami ad-Durus al-Arabiyah, Dar al-Hadits – al-Qahirah, 2005, hlm. 7

[5] Ibid.

[6] ‘Atha Ibn Khalil, Taisir Wushul … hlm. 115

[7] Ibid. hlm. 115 – 116

[8] Ahmad Izzan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, cet. III., Humaniora: Bandung. 2009. hlm. 15-44

[10] Moh. Matsna, Karakteristik dan Problematika Bahasa Arab, dalam Jurnal Arabia Vol. I Nomor 1/April-September 1998. (Depok: Prodi Arab Fakultas Sastra UI, 1998). hlm. 3-11

[11] Fonem: satuan bunyi terkecil yg mampu menunjukkan kontras makna (msl /h/ adalah fonem krn membedakan makna kata harus dan arus, /b/ dan /p/ adalah dua fonem yg berbeda krn bara dan para beda maknanya (KBBI)

[12] Misal: حمد – مدح. .  lebih lanjut, Istiqaq terbagi lagi menjadi shagir, kabir dan akbar.

[13] Lihat: QS. al-A’raf [7]: 158

[14] Lihat: QS al-Isra’ [17]: 89 & ar-Rum [30]: 58

[15] QS. Yusuf [12]: 2

[16] QS asy-Syu’ara [26]: 195

[17] Taqiyuddin An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustur aw al-Asbab al-Mujibah Lahu, Jilid I, Cet.II, Darul Ummah – Beirut. 2009. hlm. 36-37

[18] QS al-Muzammil [73]: 20

[19] HR Muslim No. 599

[20] M. Husain Abdullah, Dirasât fi al-Fikr al-Islami. Cet. I, Dar al-Bayariq – Beirut, 1990. hlm. 95

[21] Taqiyuddin An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustur … hlm. 38

[22] HR. Thabrani: Mu’jam al-Kabir No. 11278; Mu’jam al-Ausath No. 5741

[23] Ibnu Sa’ad, Ath-Thabaqat al-Kubra, Juz II, cet.I, Dar Shadir – Beirut. 1968. hlm. 22

[24] Hadits Mauquf dalam Riwayat Imam Al-Baihaqi, Syu’ab al-Imân, no. 1625

[25] Ibn Taimiyah, Iqtidha ash-shirath al-Mustaqim Li Mukhalafah Ashab al-Jahim, cet.IV., Dar ‘Alam al-Kutub. 1999. hlm.  424

[26] Imam asy-Syafi’i, ar-Risalah, dalam Taqiyuddin An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustur … hlm. 38

[27] Syamsudin az-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubula, juz 10, cet.III, Muassasah ar-Risalah, t.tmp. 1985. hlm. 74; Menurut as-Suyuthi, konon ungkapan Imam as-Syafi’i tersebut ditujukan (sebagai kritik) kepada Khalifah al-Makmun yang menyatakan kemakhlukan al-Quran, menafikan melihat Allah dan pendapat bid’ah lainnya, itu semua disebabkan kebodohan akan ilmu bahasa Arab dan Balaghah yang meliputi Ilmu Bayan, Ma’ani dan Badi’ (Sulaiman Umar, al-Ikhtilaf fi al-‘Amal al-Islami al-Asbab wa al-Atsar, t.p. t.t. hlm. 43)

[28] Lihat: Ahmad Izzan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab hlm. 46-56

[29] Said Fuad, Pengantar Sastra Arab, Pustaka Babussalam: Medan. 1984. hlm. 96-106

[30] Lihat: Ali Ibn Nayif Syuhud, al-Khulashah fi Ulum al-Balaghah, t.t., t.p., hlm. 1-57  

[31] Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an al-Azhim. Jilid II. Dar al-Fikr – Beirut. 1992. hlm.568